Nepotiz – Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapuskan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold baru-baru ini mengguncang politik Indonesia, khususnya dalam mempersiapkan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2029.
Dengan keputusan ini, Pilpres 2029 berpotensi menjadi ajang yang jauh lebih terbuka dan kompetitif, memberikan peluang kepada lebih banyak calon presiden untuk maju tanpa batasan yang ada sebelumnya.
Apa saja dampak dari perubahan ini? Bagaimana sistem politik Indonesia akan berevolusi di bawah ketentuan baru ini? Artikel ini akan membahas secara rinci semua aspek terkait keputusan tersebut.
Apa Itu Presidential Threshold dan Mengapa Dihapus?
Presidential threshold adalah ambang batas yang menetapkan syarat minimal bagi partai politik atau gabungan partai politik untuk mengajukan calon presiden dalam Pemilu.
Sebelum keputusan MK, ambang batas ini mengharuskan partai politik atau koalisi yang ingin mengajukan calon presiden untuk menguasai minimal 20 persen kursi di DPR atau meraih 25 persen suara sah nasional dalam Pemilu sebelumnya.
Namun, pada tanggal 2 Januari 2025, MK memutuskan untuk menghapuskan aturan tersebut, dengan alasan bahwa ketentuan ini bertentangan dengan UUD 1945 karena membatasi hak warga negara untuk mencalonkan diri.
Keputusan ini membuka jalan bagi calon presiden yang sebelumnya terkendala oleh aturan tersebut untuk berkompetisi di Pilpres 2029, sehingga membuat peta politik semakin dinamis.
Sejarah Penerapan Presidential Threshold di Indonesia
Penghapusan presidential threshold ini bukanlah keputusan yang datang tiba-tiba.
Aturan ini pertama kali diterapkan pada Pemilu 2004 dengan ambang batas 15 persen kursi DPR atau 20 persen suara sah nasional.
Kemudian, pada Pemilu 2009, ambang batas tersebut dinaikkan menjadi 25 persen kursi DPR atau 20 persen suara sah nasional.
Pada Pemilu 2014 dan 2019, ambang batas ini tetap dipertahankan, meskipun sering kali menuai kritik dari berbagai pihak yang merasa aturan ini membatasi demokrasi dan hak politik warga negara.
Keputusan MK untuk menghapuskan presidential threshold menggambarkan adanya perubahan signifikan dalam cara kita memandang representasi politik dan persaingan dalam Pemilu.
Tanpa aturan ini, lebih banyak individu dan partai kecil akan memiliki kesempatan untuk maju sebagai calon presiden, menciptakan lebih banyak pilihan bagi pemilih.
Dampak Penghapusan Presidential Threshold terhadap Pilpres 2029
1. Lebih Banyak Kandidat untuk Pilpres 2029
Dengan dihapuskannya ambang batas, Pilpres 2029 diprediksi akan diikuti oleh lebih banyak calon presiden, baik dari partai besar maupun partai kecil.
Pada Pilpres 2024, kita sudah melihat lima pasangan calon presiden yang terdaftar, namun dengan penghapusan syarat ini, bisa jadi jumlah pasangan calon akan melonjak hingga mencapai belasan pasangan.
Peningkatan jumlah calon presiden ini tentu akan memperkaya pilihan pemilih, tetapi juga dapat menciptakan tantangan tersendiri.
Makin banyaknya pilihan bisa menyebabkan kebingungannya pemilih dalam menentukan siapa yang terbaik, yang berpotensi mempengaruhi hasil pemilu.
2. Peluang bagi Partai Kecil dan Calon Independen
Sebelumnya, partai kecil atau calon yang tidak mendapat dukungan dari partai besar terkendala oleh batasan presidential threshold yang mengharuskan mereka untuk berkoalisi atau mendapatkan dukungan yang cukup besar di DPR.
Dengan dihapuskannya aturan ini, partai kecil atau calon independen kini bisa mencalonkan diri tanpa terhalang oleh syarat angka kursi atau suara nasional yang tinggi.
Ini memberikan kesempatan bagi berbagai figur politik untuk memasuki gelanggang Pilpres tanpa terikat oleh koalisi besar.
Beberapa calon yang mungkin memiliki dukungan kuat di tingkat daerah, tetapi tidak cukup besar secara nasional, kini dapat berlaga tanpa hambatan.
3. Potensi Polarisasi Politik yang Meningkat
Di sisi lain, semakin banyaknya calon yang maju di Pilpres 2029 juga bisa memperburuk polarisasi politik di Indonesia.
Seiring dengan banyaknya pilihan yang ada, pemilih mungkin akan lebih terbagi, menciptakan kelompok-kelompok yang saling berseberangan.
Hal ini bisa memperburuk polarisasi yang sudah ada, terutama dalam hal perbedaan ideologi politik.
Namun, di sisi positif, banyaknya kandidat juga bisa meningkatkan kualitas debat politik karena masing-masing calon akan berusaha menarik perhatian pemilih dengan ide dan visi yang berbeda.
Hal ini akan memberikan warna baru dalam percakapan politik Indonesia, yang selama ini cenderung terpusat pada beberapa tokoh besar.
4. Tantangan dalam Pembentukan Koalisi Politik
Meski lebih banyak calon presiden yang muncul, penghapusan ambang batas ini bisa mengubah dinamika pembentukan koalisi politik.
Sebelumnya, koalisi partai politik diperlukan untuk memenuhi ambang batas presidential threshold. Kini, setiap calon dapat maju sendiri atau dengan koalisi yang lebih kecil.
Namun, hal ini juga berisiko menyebabkan ketegangan di antara partai-partai politik, yang mungkin kesulitan membentuk aliansi yang solid.
Konflik internal dalam partai besar bisa memunculkan lebih banyak calon dari dalam partai itu sendiri, memperburuk fragmentasi politik.
Apa yang Diharapkan dari Pilpres 2029?
Pilpres 2029 diprediksi akan menjadi ajang yang sangat berbeda dari pilpres-pilpres sebelumnya.
Sebagai pemilih, kita mungkin akan dihadapkan pada banyak pilihan calon presiden dari berbagai latar belakang dan ideologi.
Ini akan memberikan kesempatan bagi lebih banyak suara untuk didengar, namun juga meningkatkan kompleksitas dalam memilih calon yang tepat.
Dengan lebih banyaknya calon yang hadir, bukan tidak mungkin akan ada pertarungan ketat antar calon, yang bisa membuat Pilpres 2029 menjadi lebih menarik dan kompetitif.
Namun, hal ini juga bisa berisiko memperburuk polarisasi politik yang semakin tajam, dengan masing-masing kelompok memiliki calon jagoan yang berpotensi terpecah.
Penutup
Keputusan Mahkamah Konstitusi untuk menghapuskan presidential threshold membawa perubahan besar bagi politik Indonesia.
Di satu sisi, ini membuka peluang bagi lebih banyak calon untuk berkompetisi, tetapi di sisi lain, ini juga menciptakan tantangan baru dalam menjaga kestabilan politik dan menjaga kualitas demokrasi.
Pilpres 2029 akan menjadi ajang yang sangat menarik untuk disaksikan, dengan lebih banyaknya kandidat yang akan memperebutkan kursi presiden.
Namun, apakah ini akan membuat demokrasi Indonesia lebih inklusif atau justru semakin membingungkan, hanya waktu yang akan menjawab.