Nepotiz – Kasus suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR, yang melibatkan Harun Masiku, telah menjadi sorotan sejak awal tahun 2020.
Harun Masiku adalah calon legislatif dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang terlibat dalam sengketa untuk menggantikan Riezky Aprilia, caleg yang meninggal dunia sebelum pencoblosan pada Pemilu 2019.
Meski Harun Masiku berada di urutan keenam dalam daftar calon terpilih di Dapil Sumsel I, PDIP mengajukan dirinya sebagai pengganti Riezky melalui proses PAW.
Namun, proses PAW ini menuai kontroversi karena bertentangan dengan tafsir yang diterapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Ketidakjelasan tafsir ini memicu PDIP untuk mengirimkan surat permintaan fatwa ke Mahkamah Agung (MA) guna mendapatkan kepastian hukum.
Fatwa dari MA pun akhirnya memberikan lampu hijau bagi Harun Masiku untuk mengisi kursi yang ditinggalkan Riezky, meskipun Harun tidak memperoleh suara yang cukup untuk lolos ke DPR.
Kasus ini semakin rumit dengan terungkapnya dugaan suap yang diberikan oleh Harun Masiku kepada Wahyu Setiawan, Komisioner KPU, untuk memuluskan proses PAW-nya.
Meski dilakukan operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK pada Januari 2020, Harun Masiku berhasil melarikan diri dan hingga kini masih menjadi buronan.
Beberapa pihak yang terlibat dalam kasus ini telah ditangkap, termasuk Wahyu Setiawan yang terjerat dalam kasus suap ini.
Pemeriksaan Yasonna Laoly oleh KPK
Pada 18 Desember 2024 lalu, Yasonna Laoly, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dengan kasus Harun Masiku.
Pemeriksaan ini bukan pertama kalinya bagi Yasonna, mengingat perannya yang penting dalam proses hukum yang melibatkan PDIP, partai tempatnya bernaung.
KPK mendalami sejumlah fakta yang terkait dengan perjalanan Harun Masiku, terutama mengenai data perlintasan Harun Masiku yang menunjukkan kapan dia keluar dan masuk Indonesia.
Informasi ini sangat penting untuk menggambarkan posisi Harun saat operasi tangkap tangan berlangsung dan juga untuk memperjelas bagaimana proses PAW tersebut bisa terwujud, meski bertentangan dengan tafsir yang berlaku di KPU.
Menurut Asep Guntur Rahayu, Direktur Penyidikan KPK, Yasonna Laoly diperiksa terkait dengan permintaan fatwa yang diajukan ke Mahkamah Agung untuk menjelaskan tafsir yang berbeda mengenai penetapan calon terpilih di Dapil Sumsel I.
Surat permintaan fatwa ini menjadi salah satu faktor yang kemudian mempengaruhi keputusan KPU dalam menetapkan Harun Masiku sebagai pengganti Riezky Aprilia.
Permintaan Fatwa dan Proses PAW
Permintaan fatwa yang diajukan oleh Yasonna Laoly kepada Mahkamah Agung pada tahun 2019 berkaitan dengan kebingungannya tentang tafsir yang digunakan KPU dalam menilai siapa yang berhak menggantikan Riezky Aprilia.
Fatwa yang diterbitkan oleh MA akhirnya memberikan jalan bagi PDIP untuk menetapkan Harun Masiku sebagai pengganti meskipun Harun berada di urutan keenam pada hasil Pemilu.
KPK menyelidiki apakah permintaan fatwa tersebut berhubungan dengan upaya untuk mempercepat proses PAW Harun Masiku.
Dalam konteks ini, Yasonna mengaku bahwa dirinya mengirimkan surat kepada MA karena adanya perbedaan tafsir antara PDIP dan KPU mengenai penetapan caleg terpilih.
Proses ini melibatkan sejumlah pihak dalam KPU yang, pada akhirnya, memberi jalan bagi Harun Masiku untuk mengisi kursi tersebut.
Perkembangan Terkini Kasus Harun Masiku
Meski kasus ini telah bergulir selama lebih dari lima tahun, KPK terus mengembangkan penyidikan terhadap dugaan suap yang melibatkan sejumlah pihak.
Pada 23 Desember 2024, KPK bahkan menetapkan Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDIP, sebagai tersangka dalam kasus ini.
Penetapan tersangka terhadap Hasto menunjukkan bahwa KPK semakin serius dalam mengungkap skandal besar yang melibatkan partai politik terbesar di Indonesia ini.
Namun, yang menjadi sorotan utama dalam perkembangan kasus ini adalah keberadaan Harun Masiku yang hingga kini masih belum tertangkap.
Meskipun KPK telah melakukan berbagai upaya, termasuk penangkapan sejumlah pihak terkait, Harun Masiku berhasil menghindar dan melarikan diri ke luar negeri.
Keberadaan Harun yang misterius ini menambah ketegangan dalam proses penyidikan, yang hingga kini belum menunjukkan titik terang.
Kaitan Kasus dengan Integritas Partai dan Pemilu
Kasus ini tidak hanya berfokus pada tindakan individu yang terlibat dalam suap, tetapi juga mencerminkan persoalan yang lebih besar mengenai integritas partai politik dan sistem pemilu di Indonesia.
Proses PAW yang melibatkan Harun Masiku menjadi cerminan bagaimana politik dan hukum dapat saling tumpang tindih, menciptakan celah untuk praktik-praktik yang tidak sesuai dengan semangat demokrasi.
Penting untuk dicatat bahwa praktik-praktik seperti ini bukan hanya merusak integritas sistem pemilu, tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga yang seharusnya menjaga keadilan dan kebenaran, seperti KPU dan Mahkamah Agung.
Oleh karena itu, penuntasan kasus ini sangat krusial untuk memastikan bahwa hukum dan demokrasi di Indonesia dapat berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada.